Depok - Sebagai salah satu lembaga pendidikan, kampus dan sekolah bisa menjadi awal pengenalan melek open source. Namun kenyataannya, lembaga pendidikan sudah bergantung pada software propietary. Lantas, apakah perlu open source masuk dalam kurikulum?
"Paling tidak ada kampus agreement. Misalnya, ya sudah diwajibkan saja. Dan bagi mereka yang belajar itu kita sediakan laboratorium pelatihannya," saran penggiat open source sekaligus dosen bidang IT I Made Wiryana.
Hal ini dikatakan Made sudah berjalan cukup lama. Dia memang tidak punya data, berapa banyak kampus yang mewajibkan open source. Namun pria berkacamata ini memberikan gambaran, setidaknya Kementerian Riset dan Teknologi punya semacam organisasi open source beranggotakan 54 kampus di seluruh Indonesia.
"Minimal itulah, jadi mereka ini yang mengembangkan open source dan mengajak mahasiswa aktif menggunakannya," ujarnya.
Dia membagi pengalamannya, di kampus tempat dia mengajar, aturan ini diterapkan. Made mewajibkan mahasiswanya menggunakan software legal dan jika tak sanggup beli aplikasi propietary, harus menggunakan open source.
"Saya tak segan memberikan nilai nol bagi mahasiswa yang menyerahkan tugas pakai aplikasi bajakan. Karya penulisan, membuat tools, kita mewajibkan pakai open source," terangnya.
Karena menurut Made, ujung tombak pengadopsian itu ada di lembaga pendidikan. Jika lembaga pendidikan tidak mengimpelementasikan etika, dalam hal ini aspek legal, maka orang pun tidak akan peduli.
Diakui Made, sejumlah vendor memang mendekati timnya, agar software propietary mereka dimasukkan dalam pembelajaran. Namun dia harus menolak karena sebagai pengajar, itu akan mendorong mahasiswanya melakukan tindakan ilegal.
"Kenapa? Karena saya tahu mereka tidak bisa beli. Saya yakin tidak ada mahasiswa yang membeli lisensi, paling murah USD 500 itu mahal bagi mereka. Oke lah mampu, tapi mahasiswa tidak rela menghabiskan uang untuk itu," ujarnya.
Lagipula dikatakannya, aplikasi open source punya manfaat lain, terutama bagi mereka yang berlatar belakang IT. Menggunakan open source, membuat mahasiswa lebih pintar karena memungkinkan mereka belajar lebih dalam dan mengulik sebuah aplikasi.
(rns/ash) [Source]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Iklan Atas Artikel
Popular Posts
-
1. Pandu Mudah tersulut emosinya, ceplas-ceplos, senang berteman dan bergaul, selalu percaya diri, kadang-kadang ada juga ulahnya yang naka...
-
Membuat Wapsite bisa dibilang mudah dan juga susah. Karena membutuhkan kecermatan memanfaatkan aspek-aspek yang ada. Contohnya adalah aspek ...
-
Setelah sekian lama tidak membuka-buka buku yang tersimpan rapi di rak buku pribadiku. Ingin rasanya membuka kembali buku-buku yang telah ku...
-
Bisidamu - Pernah jengkel juga karena pengguna baru Ubuntu selalu mengeluhkan tidak adanya Download Manager yang setara dengan IDM (Internet...
-
Lebaran tinggal beberapa hari lagi. Persiapan untuk menyambut hari kemenangan telah mulai. Salah satunya persiapan pulsa. Karena sudah jadi ...
-
Friendster? Siapa yang tidak tahu situs pertemanan tersebut. Mayoritas orang Indonesia ( anak muda khususnya ), sudah tidak asing lagi denga...
-
Karaoke adalah kegiatan seseorang menyanyikan sebuah lagu dengan membaca lirik lagu di layar. Dulu orang membeli kaset CD di toko kaset kem...
-
I met a traveller from an antique land Who said: Two vast and trunkless legs of stone Stand in the desert . . . Near them, on the sand, Half...
-
Seperti diketahui dari sejarah, untuk merangsang penjualan produk perangkat lunak dari Microsoft dan mitra-mitranya memiliki saham dalam seb...
-
Lekhonee adalah desktop client untuk posting ke Wordpress. Jika ingin install Masuk ke Software Center dan ketik di kolom search Lekhonee da...
My daily experiences
wah ini mah kayake urusan anak kampus, diriku mana ngerti sama open source, wong sekolah saja kagak haha
ReplyDeleteHehehe. Ya gak juga, semua rang juga perlu Mas. Btw, gak sekolah kok pinter bikin Web? :D
Delete